Senin, 31 Oktober 2011

Pengobatan Penyakit Hepatitis C


Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus). Virus Hepatitis C masuk ke sel hati, menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C, kemudian menginfeksi banyak sel lainnya.

15% dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh membersihkannya dan tidak ada konsekwensinya. Sayangnya 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis (pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker hati.



Penyebab Hepatitis C
Hepatitis berarti pembengkakan pada hati.Banyak macam dari virus Hepatitis C. Dalam banyak kasus, virus yang masuk ke dalam tubuh, mulai hidup di dalam sel hati, mengganggu aktivitas normal dari sel tersebut, lalu menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C kemudian menginfeksi sel lain yang sehat.

Jika anda penderita Hepatitis C, sangat penting untuk mengkonsumsi makanan sehat dan menghindari alkohol. Alkohol akan memperparah kerusakan hati anda, baik anda dalam pengobatan ataupun tidak.

Salah satu gejala umum dari Hepatitis C adalah kelelahan kronis. Kelelahan juga bisa sebagai efek samping pengobatan Hepatitis C. Rasa lelah akibat Hepatitis C dapat diatasi dengan istirahat cukup dan menjalankan olah raga yang rutin.

Virus Hepatitis C sangat pandai merubah dirinya dengan cepat. Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50 subtipenya.

Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.

Gejala Hepatitis C
Sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya.
Jika gejala-gejala di bawah ini ada yang mungkin samar :
• Lelah
• Hilang selera makan
• Sakit perut
• Urin menjadi gelap
• Kulit atau mata menjadi kuning (disebut "jaundice") jarang terjadi

Dalam beberapa kasus,Hepatitis C dapat menyebabkan peningkatan enzim tertentu pada hati, yang dapat dideteksi pada tes darah rutin. Walaupun demikian, beberapa penderita Hepatitis C kronis mengalami kadar enzim hati fluktuasi ataupun normal.

Meskipun demikian, sangat perlu untuk melakukan tes jika anda pikir anda memiliki resiko terjangkit Hepatitis C atau jika anda pernah berhubungan dengan orang atau benda yang terkontaminasi. Satu-satunya jalan untuk mengidentifikasi penyakit ini adalah dengan tes darah.

Penularan Hepatitis C
Penularan Hepatitis C biasanya melalui kontak langsung dengan darah atau produknya dan jarum atau alat tajam lainnya yang terkontaminasi. Dalam kegiatan sehari-hari banyak resiko terinfeksi Hepatitis C seperti berdarah karena terpotong atau mimisan, atau darah menstruasi. Perlengkapan pribadi yang terkena kontak oleh penderita dapat menularkan virus Hepatitis C (seperti sikat gigi, alat cukur atau alat manicure). Resiko terinfeksi Hepatitis C melalui hubungan seksual lebih tinggi pada orang yang mempunyai lebih dari satu pasangan.

Penularan Hepatitis C jarang terjadi dari ibu yang terinfeksi Hepatitis C ke bayi yang baru lahir atau anggota keluarga lainnya. Walaupun demikian, jika sang ibu juga penderita HIV positif, resiko menularkan Hepatitis C sangat lebih memungkinkan. Menyusui tidak menularkan Hepatitis C.
Jika anda penderita Hepatitis C, anda tidak dapat menularkan Hepatitis C ke orang lain melalui pelukan, jabat tangan, bersin, batuk, berbagi alat makan dan minum, kontak biasa, atau kontak lainnya yang tidak terpapar oleh darah. Seorang yang terinfeksi Hepatitis C dapat menularkan ke orang lain 2 minggu setelah terinfeksi pada dirinya.

Senin, 17 Oktober 2011

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Pengertian


Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).

Dalam hal ini dibedakan menjadi :
  1. Prematuritas murni
    Yaitu bayipada kehamilan <>berat badan sesuai.
  2. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)
    Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.

Etiologi

Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :
  1. Faktor ibu
    • Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diaatas 35 tahun
    • Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
    • Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok
  2. Faktor kehamilan
    • Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
    • Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
  3. Faktor janin
    • Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
  4. Faktor yang masih belum diketahui

Komplikasi
  • Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran hialin
  • Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
  • Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
  • Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
  • Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
  • Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal

Penatalaksanaan
  • Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
  • Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
  • Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
  • Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat.

Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
  1. Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru
  2. Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan
  3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
  4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat.


Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1 :
Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru

Tujuan :
Pola nafas yang efektif

Kriteria Hasil :
  • Kebutuhan oksigen menurun
  • Nafas spontan, adekuat
  • Tidak sesak.
  • Tidak ada retraksi
Intervensi
  • Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
  • Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
  • Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan


Diagnosa Keperawatan 2 :
Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan

Tujuan :
Pertukaran gas adekuat

Kriteria :
  • Tidak sianosis.
  • Analisa gas darah normal
  • Saturasi oksigen normal.
Intervensi :
  • Lakukan isap lendir kalau perlu
  • Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
  • Observasi warna kulit
  • Ukur saturasi oksigen
  • Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
  • Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan
  • Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
  • Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan


Diagnosa Keperawatan 3 :
Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Tujuan :
Hidrasi baik

Kriteria:
  • Turgor kulit elastik
  • Tidak ada edema
  • Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
  • Elektrolit darah dalam batas normal
Intervensi :
  • Observasi turgor kulit.
  • Catat intake dan output
  • Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit
  • Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah.


Diagnosa Keperawatan 4 :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat

Tujuan :
Nutrisi adekuat

Kriteria :
  • Berat badan naik 10-30 gram / hari
  • Tidak ada edema
  • Protein dan albumin darah dalam batas normal
Intervensi :
  • Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
  • Observasi dan catat toleransi minum
  • Timbang berat badan setiap hari
  • Catat intake dan output
  • Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu.

Senin, 03 Oktober 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS












A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways


E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
<>
<80
<110
<90
100-200
80-200
110-120
90-110
>200
>200
>126
>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
- Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
- Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
- Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
- Integritas Ego
Stress, ansietas
- Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
- Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
- Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
- Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
- Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
- Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
- Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
- Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
- Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
- Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
- Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
- Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
- Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
- Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
- Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
- Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
- Pantau masukan dan pengeluaran
- Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
- Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
- Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
- Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
- Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
- Kaji tanda vital
- Kaji adanya nyeri
- Lakukan perawatan luka
- Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
- Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
- Hindarkan lantai yang licin.
- Gunakan bed yang rendah.
- Orientasikan klien dengan ruangan.
- Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
Sumber:http://www.ilmukeperawatan.com

Senin, 26 September 2011

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ulcus Decubitus

ULCUS DEKUBITUS
Definisi
Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dari bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus – menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah.
Ulkus dekubitus adalah ulkus yang ditimbulkan karena tekanan yang kuat oleh berat badan pada tempat tidur.
Luka dekubitus adalah nekrosis pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan padat, paling umum akibat imobilisasi.


Etiologi
a) Tekanan
b) Kelembaban
c) Gesekan


Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan). Jaringan yang lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah, sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh friksi yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan peregangan dan angggulasi pembuluh darah (mikro sirkulasi) darah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.

Manifestasi Klinis dan Komplikasi
a) Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari.
b) Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
c) Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih.
d) Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.

Pemeriksaan Diagnostik
a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b) Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

Penatalaksanaan medis
a) Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring.
b) Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah dan penempatan pembalut yang bersih dan tipis apabila telah berbentuk ulkus dekubitus.
c) Sistemik : antibiotic spectrum luas, seperti :
Amoxilin 4x500 mg selama 15 – 30 hari.
Siklosperm 1 – 2 gram selama 3 – 10 hari.
Topical : salep antibiotic seperti kloramphenikol 2 gram.

Manajemen Keperawatan
1.Pengkajian
a)Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
b) Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
c) Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
d)Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
e) Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
f) Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
g) Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
h) Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik).

2.Diagnosa Keperawatan
1)Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2)Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
3)Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
4)Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
5)Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.

 
3.Intervensi dan Implementasi
1)Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
- Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan dari jaringan lunak.
- Atur posis pasien senyaman mungkin.
R : meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
- Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas dasar luka.
R : luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.

2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
- Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
- Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
- Berikan perhatian khusus pada kulit.
R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan karena konsentrasi berat badan.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
- Beri makan dalm jumlah kecil, sering dan dalam keadaan hangat.
R : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukkan, menambah napsu makan.
- Bantu kebersihan oral sebelum makan.
R : mulut/peralatan bersih meningkatkan napsu makan yang baik.
- Pertahankan kalori yang ketat.
R : pedoman tepat untuk pemasukkan kalori yang tepat.

4) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
- Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.
 Ukur tanda – tanda vital .
R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
- Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat mencegah infeksi.
- Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9 %.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme.
- Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative dan gram positif.

5) Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.
- Anjurkan tindakan untuk mencegah luka dekubitus.
R : pencegahan luka dekubitus lebih mudah dari pengobatan.
- Anjurkan tindakan untuk mengobati luka dekubitus.
R : instruksi spesifik ini membantu pasien dan keluarga belajar untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah infeksi.

4. Evaluasi
1) Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
2) Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat.
3) Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
4) Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
5) Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.

DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Linda Juall. 1999. Rencana Diagnosa dan Dokumentasi Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif Ed.2. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Nurachman, Elly. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.